DEPARTEMEN KOPERASI,
Perlu atau Tidak?

Bagaimana kinerja Departemen Koperasi selama ini?
Dalam tataran komitmen, belakangan ini menunjukkan dinamika yang berarti, sekali lagi baru pada tataran komitmen. Pada tataran praktis masih menunggu banyak pembuktian.
Apakah keberadaanya perlu ditinjau ulang?
Ya!, berdasarkan kinerja yang lalu, antara ada dan tidak ada, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Apakah, perlu dibubarkan?
Sebaiknya hal itu menjadi pertimbangan.
Mengapa?
Paling tidak ada tiga alasan, pertama, sebagai konsekwensi konsitusi pembinaan dan keberpihakan terhadap koperasi harus melekat pada semua departemen dalam kabinet, sehingga keberdaan Departemen Koperasi secara mandiri merupakan langkah inefisiensi. Kedua, koperasi harus diarahkan menjadi kekuatan mandiri, kehadiran departemen yang secara khusus menangani koperasi, secara substantif maupun strategis, malah berpotensi kontra produktif bagi proses pemberdayaan koperasi. Ketiga, pola pembinaan yang dibutuhkan oleh koperasi selama ini, terbukti tidak mampu diakomodasi secara baik oleh departemen ini, malah secara empiris, saya melihat banyak menjadi beban ketimbang menjadi sebuah institusi pengayom dan pembina.
Jika Depkop hilang, mekanisme macam apa untuk pembinaan koperasi?
Bisa dilakukan dengan dua pola, pertama, pola eksternal, yakni pembinaan dalam artian pemberian keberpihakan secara proporsional oleh departemen teknis terkait, misalnya, Departemen Keuangan, Perdagangan, Perindustrian, Depdagri, dan lain sebagainya. Kedua, pola internal, yakni asosiasi koperasi yang berfungsi mengkoordinasi, membina, dan mengembangkan potensi koperasi yang menjadi anggotanya.
Apakah pola kedua itu sudah dijalankan oleh Dekopin?
Mestinya begitu, namun Dekopin menanggung stigma sejarah masa orde baru yang demikian berat. Karena selama orde baru, Dekopin lebih banyak menjadi bagian dari birokrasi dan diposisikan sebagai instrumen kooptasi pemerintah kepada gerakan koperasi, ketimbang menjadi kekuatan nyata arus bawah gerakan koperasi. Maksud saya, esensinya memang seperti posisi ideal Dekopin, namun saya meragukan Dekopin mampu melakukan fungsi itu karena merk yang melekat sudah demikian parah di kalangan gerakan koperasi. Maka sebaiknya dibuka kemungkinan adanya asosiasi lain yang benar-benar dapat menjadi sandaran yang nyaman bagi gerakan koperasi dan juga mampu mengartikulasikan kepentingan anggota tanpa embel-embel kepentingan politik tertentu.
Seberapa penting Depdagri, dalam hal ini pemda, dalam pembinaan koperasi di masa yang akan datang?
Sebagai konsekwensi dari pemberlakukan UU nomor 22 tahun 1999, yang memberi kewenangan  yang lebih luas kepada daerah, khususnya kabupaten dan kota, untuk mengelola urusan dan potensi daerah masing-masing. Maka peran daerah sangat berarti banyak bagi usaha pembinaan koperasi di masa depan. Koperasi dalam format baru pemerintahan daerah tersebut, sebaiknya tidak hanya diposisikan sebagai objek pembinaan karena alasan normatif, namun harus diarahkan sebagai instrumen strategis untuk mengembangkan potensi rakyat yang pada gilirannya mampu menciptakan PAD yang lebih besar bagi daerah. Dengan pemikiran itu ada dua keuntungan, yakni, koperasi benar-benar berada pada koridor pembinaan dengan karakter pemberdayaan. Dan kedua, terciptanya iklim mutualisme antara gerakan koperasi dengan pemerintah. Kecenderungan ini akan menghapus hubungan subordinasi antara pemerintah dan koperasi, seperti yang terjadi selama ini.
Kembali kepada kinerja Depkop, menurut sebagian orang kinerja Depkop saat ini sangat terdongkrak oleh kebijaksanaan Adi Sasono, bagaimana pendapat Anda?
Sekilas saya melihat seperti itu juga, Pak Adi Sasono  berangkat dari LSM yang memang secara natural memiliki keberpihakan kepada perbaikan kehidupan rakyat kecil. Selain itu, kondisi politik dan ekonomi pada umumnya saat ini, memang membutuhkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang populis, seperti gaya yang selama ini dikembangkan oleh Pak Adi. Sehingga kehadiran Pak Adi di Depkop, memiliki multiflier effect untuk citra departemen ini di mata khalayak. Namun bila diamati lebih kritis, tetap tidak mengubah pemikiran tentang mempertimbangkan kehadiran departemen ini. Karena kinerja pak Adi toh belum dapat sepenuhnya dijalankan secara baik di tingkat bawah, sehingga komitmen-komitmen pak Adi, serasa lebih marak di koran ketimbang menjadi kekuatan nyata pembinaan di lapangan.
Mengapa?
Pertama, kultur birokrasi di tingkat bawah belum mampu memberikan nilai tambah yang signifikan untuk usaha akselerasi yang di lakukan pimpinan. Kedua, secara struktural juga belum tersedia pranata organisasi di Depkop, maupun jaringan kerja dengan departemen dan instansi terkait,  yang mampu mendukung dengan baik ide-ide Pak Adi tersebut. Saya belum melihat perubahan sistimatis pada departemen ini, yang merupakan hasil kajian Litbang, sebagai implikasi perubahan paradigma yang telah digulirkan pak Adi. Sehingga  ide-ide yang baik dari Pak Adi sampai saat ini belum memperlihatkan hasil  yang berarti secara kualitatif. karena kurang terakomodasi dalam struktur yang ada saat ini.
Jadi tetap kehadiran Depkop perlu dipertimbangkan?
Ya, karena pembinaan koperasi bukan semata formalisme yang tanpa makna, namun harus merupakan komitmen moral yang tulus. Formalisme tanpa makna seperti masa lalu hanya memposisikan koperasi sebagaimana “ikan arwana”, di kasih makan tiap hari dan tempatnya didandani, tugasnya hanya putar-putar di tempat yang terbatas dengan fungsi menjadi asesoris ruang tamu. Formalisme seperti itu hanya menciptakan kenaifan bagi gerakan koperasi, dan bagian dari proses pembodohan rakyat secara sistimatis. Oleh sebab itu sebaiknya hentikan, Allah tidak menyukai perbuatan yang mubadzir. ?